Untuk menulis advertorial sseyoganya melakukan tahapan berikut ini:
- Penulis (copy-writer) harus tahu benar materi yang akan ditulisnya. Misalnya, jika mau memperkenalkan produk, maka ia harus benar-benar paham akan seluk-beluk produk tersebut. Bila berupa makanan, sebaiknya mencoba makan makanan tersebut. Bila berupa kendaraan, sebaiknya mengendarai dulu kendaraan yang akan ditulisnya itu. Intinya, agar menjiwai – ini memicu kreativitas, sebagai langkah awal proses kreatif. Tapi, jika yang ditulis produk ‘terapan’ (misalnya spriral atau kondom) – penulis tak (harus) perlu mencoba, melainkan cukup mengadakan survei ‘kecil-kecilan’ dengan metode interview kepada responden yang sudah diberi sample produk.
- Pelajari baik-baik ‘profil’ produk yang akan ditulis, agar mampu melukiskan detailnya. Dalami kelemahan dan kelebihannya. Walau dalam dunia periklanan adalah hal yang ‘tabu’ mengungkap sisi kelemahan suatu produk. Yang ditonjolkan hanya kehebatannya dengan nilai ‘Nomor 1’
- Mencari kata-kata yang tepat untuk menuliskan pariwara tersebut dengan kriteria: produk tersebut sasarannya siapa?. ‘Siapa’ di sini dibagi tiga aspek: segi ekonomi, pendidikan dan usia. Aspek-aspek tersebut untuk menentukan pemilihan kata yang akan digunakan untuk menulis. Misalnya, jika produk yang akan ditulis sasarannya pelajar tingkat SLTP-SLTA, dicitrakan kelas ekonomi metropolitan, maka bahasa yang dipilihnya tentunya ‘bahasa gaul’.
- Butir 3 perlu dirumuskan melakui brainstorming: (a) Merumuskan pemilihan kata; (b) menentukan gaya penulisan; (c) memutuskan berapa panjang tulisan (dalam jumlah kata) dan (d) tata-letak. Langkah-langkah perumusan ini harus benar-benar matang, apalagi jika produk yang ditawarkan diharapkan cepat booming di masyarakat. Untuk mencapai hasil optimal perlu tim yang solid.
- Setelah advertorial selesai ditulis, jangan buru-buru dipublikasi, melainkan harus diedarkan lebih dahulu kepada kelompok yang disebut ‘readers’ untuk menilainya. Jika harus direvisi, lakukan dengan happy. Begitu juga jika harus ditulis kembali (re-writing), jangan putus asa apalagi merasa ‘sakit hati’. Sebab, proses penulisan pariwara bukanlah menulis cerpen atau novel, melainkan melakukan ‘kegiatan bisnis’. Faktor komersial jadi komandannya.
Seorang penulis pariwara selain dituntut mampu menulis yang begitu catchy, juga harus berwawasan luas dan seyogyanya menguasai beberapa bahasa asing. Hindari menulis pariwara yang mengundang polemik maupun mengandung SARA. Sebaliknya, justru harus mampu menjadi ‘magnet’.
Seorang penulis pariwara harus mampu bersikap fleksibel, karena akan menghadapi berbagai permintaan klien yang ‘aneh-aneh’. Untuk memicu kreativitas perlu banyak membaca pariwara karya orang lain dalam berbagai bahasa. Selain itu juga sebagai perbandingan dan memperkaya kosa kata serta gaya penulisan, agar mampu menciptakan karya yang khas dan spesifik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar